Jumat, 17 Oktober 2008

PRINSIP MENJADI ENTREPENEUR

EMPATI PADA ORANG LAIN


Seringkali kita mengucapkan kata-kata Empati, atau berempati. Saya cari artinya, Empati adalah mengerti apa yang diinginkan atau dirasakan orang lain, seakan kita berada dalam sepatu orang tersebut, kita mengetahui apa yang mereka sukai atau tidak.


Rasa empati ini sangat dibutuhkan oleh seorang entrepreneur dalam melayani mitra usaha, pegawai terutama pelanggan. Menurut pengalaman saya, jika ada 2 orang berwirausaha dengan memiliki kepandaian dan jaringan yang sama, maka salah satu bisa lebih unggul dari lain jika ia memiliki kadar empati yang lebih tinggi pula.



Indonesia dalam dasawarsa 30 tahun terakhir, pembangunan berjalan cukup baik. Membangun perangkat kerasnya, pabrik berdiri, bangunan kantor, hotel, Plaza serta Mall berkembang di mana-mana. Ketika pembaharuan terjadi, penyadaran individu menyeruak naik, bangunan orde pak Harto rubuh . Banyak terjadi demonstrasi, pawai, mogok kerja, perusakan pabrik.

Ternyata pembangunan yang hanya mengandalkan hard-skill - ketrampilan luar dan tidak diimbangi ketrampilan hati membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang keras hatinya. Pemilik perusahaan mengeksploitasi karyawan, karyawan menuntut dengan kasar, penjual tidak jujur pada pelanggan, pelanggan sangat permisif-memaafkan sehinga didiamkan. Kalaupun dilakukan teguran, penjual tersebut tidak peduli, dibawa ke pengadilan semua kasusnya selesai dengan uang, namun masalah tidak pernah selesai. Semua orang seakan memendam rasa marah dan dendam. Berbisnis landasannya win-loose.


Rasnya Ini semua terjadi karena empati tidak dimiliki dan tidak p

ernah diajarkan lagi oleh para tetua, pemimpin dan role model bangsa Indonesia saat ini. Dan bagi saya ini adalah sebuah peluang bisnis soft-skill. Bahkan ada yang berpendapat bahwa saat ini agama banyak mengajari teori saja bukan contoh nyata kehidupanan, role model suda

h tidak ada. Semua yang saya sebut di atas adalah sebuah p

eluang besar bagi kita untuk mulai membangun.


Anda pasti tahu, untuk sukses di bisnis harus memili

ki empatik yang besar. Jika anda sudah memilikinya maka anda pasti menjadi pengusaha jangka panjang yang sukses.

Anda akan menjadi langka, unik, beda sendiri. Yang la

in culas, anda jujur, yang lain keras anda lembut, yang lain menyogok anda melingkar, yang lain murah mutu rendah, anda tetap mempertahankan mutu.

DIDIET STORY


Saya memiliki bengkel mobil modifikasi semenjak tahun 1993 di daerah Haji Nawi Jakarta Selatan, bermitra dengan seseorang sahabat lama, Mas Didiet, salah seorang pembalap jalanan yang disegani 20 tahun lalu. Teman-temannya hampir seluruh pembalap yang ada di banyak media dan mas Didiet adalah seorang mekanik terbaik untuk Speed Racing balapan kecepatan seperti Drag Race.


Bengkel ini bernama NEWSPEED dan kami memiliki nomor spesialis di balapan Drag race selama 5 tahun terakhir, bengkel Newspeed merajai kelas Ultra Drag. Kebetulan di TV beberapa tahun lalu ada siaran langsung kompetisi Otomotif Heat the night Drag Race bersama Tabloid Otomotif dan TV7 dalam kategori pembalap dan konstruktor untuk sementara kami berada di posisi klasemen nomor satu dari 350 peserta.


Mengingat masa itu, Kami sekeluarga di setiap hari pertandingan cukup deg-degan menyaksikan jalannya pertandingan yang disiarkan langsung di TV tersebut kala itu. Mengingat acara tersebut tengah malam dan mobil kami sudah harus menunggu dari sejak paginya sementara mobil tersebut tidak dinyalakan ignition-nya karena memang kami simpan kekuatan agar lawan-lawan tidak memperhitungkannya, sehingga kalau menggerakkan mobil tersebut harus didorong-dorong pada gear netral, sangat melelahkan.


Pada saat waktu pertandingan yang biasanya mulai jam 11 malam kami tetap bersemangat anak-anak di rumah menyaksikan dan sangat bangga dengan VW merah kami selalu menembus finish duluan pada jarak 201 meter kompetisi dengan waktu 7 detikan.


Di sisi manajemen mas Didiet mengelola bengkel dengan pendekatan otoriter, dia senang bermitra sama saya katanya karena saya nggak ngerti mobil sama sekali, jadi tidak pernah ngerecokin. Bisanya cuma jadi provokator kalau ada orang mau modifikasi dan bagi-bagi 3 bulanan uang sangu dari bengkel.


Dia sangat galak, otoriter dan perfeksionis untuk urusan mobil. Apa lagi tamu-tamu yang datang sekarang, mobilnya ajaib-ajaib dari Kijang Inova, BMW, VW Caravale sampai Porche datang untuk dimodifikasi. Kami memang mengambil ceruk pasar – Niche market yang tajam yang kami sebenarnya tidak menduga pasar kelas atas ini bisa sukses.


Yang saya kagumi dari bengkel ini adalah cara mas Didiet mengelola walau dengan tipe otoriter, adalah rendahnya biaya overhead bulanan termasuk gaji pegawai, padahal untuk bengkel spesialis mobil mewah montirnya biasanya bergaji mahal, apa resepnya? Semua montirnya adalah anak-anak jalanan yang terlantar yang dididik dari nol.


Pernah dia berkata pada saat saya dimana sudah hampir 3 bulan saya tidak muncul dan baru saat itu datang ke bengkel, “Wiek aku dapat 2 anak kurus kayak tiang masih 15 tahunan sudah hampir mati kelaparan datang ke bengkel, tak kasih makan lahapnya bukan main sekarang sudah dua bulan mereka tinggal di bengkel dan bantu-bantu aku di sini, tak ajari banyak pekerjaan, cepet banget mereka belajar dan mahir, sekarang sudah bisa las chasis, lihat hasilnya gak kalah sama tukangnya Astra,” katanya bangga. “Pokoknya aku bilang pada mereka, belajar dulu nanti aku kasih duit bulanan sesuai kepandaian, kamu makan tidur dijamin”.


Bisa dibayangkan sebuah ketrampilan dengan bayaran ilmu, makan dan tempat tidur sebuah bargain/tawar-menawar menarik, bukan? dan ini telah dilakukan sejak awal bengkel berdiri, dia kuat dan displin sekali di dalam duplikasi ilmu dengan cara otoriter. Rupanya seseorang cepat belajar jika di bawah tekanan agaknya. Dengan cara begitu, biaya bulanan bengkel sangat rendah, sehingga pelanggan betah kembali lagi ke bengkel Newspeed karena harga service yang ditawarkan cukup murah dengan mutu baik.


Banyak sudah alumni mas Didiet yang sekarang membuka bengkel sendiri dan memang dia sendiri secara pribadi menyarankan mereka untuk berdikari jika keterampilan mereka sudah fasih. Saya pernah bertanya, “sayangkan, mas, sudah capek-capek dididik mereka keluar?”


“Begini”, katanya menerangkan, “Kalau seseorang sudah menjadi ahli, maka secara profesional mereka menjadi mahal bayaran dan biaya bulanan bengkel kita bisa membengkak tinggi, lebih baik mereka berwirausaha sendiri dengan standar kita, sehingga kalau kita kelebihan order, kita bisa beri kepada mereka ordernya untuk dikerjakan, khan kita dapat harga khusus dong oleh mereka”, katanya memaparkan sintesanya.


“Kita secara langsung jadi tidak kerepotan ngurusi biaya bulanan. Begitu juga sebaliknya kalau mereka kelebihan order pasti mereka memberikan order tersebut kepada kita. Sedangkan kita akan terus menyetak kader sehingga kalau perlu suatu saat nanti kita tidak usah punya bengkel, tapi para alumnus kita ada puluhan bengkel berdiri dengan standar kita. Kita hanya memberikan ordernya. Jadi tidak pusing detail-detail pekerjaan harian dan membiayai gajih bulanan, tidak ngurusi ini itu, income pasti-pasti”, katanya panjang lebar.


Empatinya pada orang jalanan membawa peluang tersendiri bagi orang seperti mas Didiet.