Senin, 21 Juli 2008

Kata pengantar - Hari ke 2

Sebuah Hantaran Persembahan

Pengetahuan yang kita peroleh dari sebuah sistem pendidikan bertujuan mencerdaskan kita, mencerdaskan otak kita. Buku ini ditulis sebagai sebuah karya yang tidak saja mencerdaskan otak kita tetapi sebuah pengetahuan tinggi yang juga akan menumbuh-kembangkan rasa/rasa dalam diri kita - menjadikan kehidupan penuh hikmah dan berisi.

Bahkan dalam buku ini pengembangan rasa sangat diutamakan, misalnya dari ilustrasi cerita yang mengangkat peristiwa nyata keseharian penulis beserta tim dan lingkungan yang penulis kenal dengan baik serta memiliki hubungan pribadi yang sangat dekat pada setiap subjeknya.

Mengembangnya rasa menjadi prioritas dalam setiap pembelajaran, rasa indah, damai, bahagia adalah sebuah tujuan akhir setiap insan. Kita banyak membagi hal yang sama dalam mencari atau menjalani kehidupan ini, kita menginginkan kekayaan materi, nama yang harum dan waktu yang bebas, walaupun mungkin tidak terlalu sama pas impian pada setiap manusia namun kurang lebih berkisar di arti yang sama dari ketiganya.

Sebuah kekayaan secara materi tidak akan menjadi apa-apa, jika didapati dengan cara yang tidak terhormat, sebuah kedudukan tidak bernilai jika didapati dengan menginjak banyak pihak, tanpa sebuah nilai kesetiaan pada kebenaran di dalamnya, membangun organisasi bisnis tanpa kejujuran dalam menjalaninya. Keberanian dalam kebenaran adalah sebuah nilai luhur yang menjadi tujuan hidup para entrepreneur sejati.

Tidak ada kata gagal dalam kehidupan ini karena kesemua ini adalah proses, proses adalah bagian dari kehidupan, nikmati setiap proses dalam berbisnis. Penulis sangat mengharapkan lahirnya pengusaha-pengusaha baru dengan memiliki rasa empatik yang luhur, budaya kerja yang gigih, citra diri yang berwibawa, matang dalam pengalaman, kuat dalam daya tahan, ngotot dalam mencapai tujuan, berbagi dalam setiap kesempatan dengan banyak pihak. Kepemilikan akan sebuah “Collective Prosperity” kekayaan secara kolektif didapati dari individual wealth, kekayaan pribadi, kekayaan pribadi bukan melulu materi tapi juga bathin, hati, spiritual awareness atau kesadaran hikmah kehidupan dan matang secara spiritual yang sekali lagi hal ini didapati dengan praktek, sebagai pelaku, sebagai aktor, sebagai driver, sebagai creator - pencipta.

Banyak rekan-rekan saya yang mempertanyakan kenapa saya sangat mendorong seseorang berwirausaha menjadi seorang entrepreneur bahkan sampai mendirikan pelatihan untuk pengembangan bisnis dan SDM bernama School for Entrepreneur. Sebagai pebisnis saya pribadi sudah banyak merasakan asam garam pahit manisnya berwirausaha sehingga saya mengharapkan banyak orang dapat merasakan bagaimana nikmatnya berdaulat atas waktu kita, waktu dalam hidup kita tersebut tidak pernah kembali dan jika waktu yang tidak pernah kembali tersebut tidak dinikmati alangkah sayangnya, apalagi sebagian dari waktu kita tersebut dimiliki oleh orang lain.

Sebenarnya ada sebuah alasan lain yang tidak kalah pentingnya yaitu menurut saya banyak rekan-rekan yang memilih menjadi pegawai pada saat pensiun mengalami sindrom pegawai atau banyak dikenal dengan istilah post power syndrom, sindrom yang terjadi karena kehilangan sebuah kekuasaan atas sesuatu yang diberi sehingga seakan hidup mereka sudah dipenghujung waktu, tidak memiliki api kehidupan lagi. Pensiun adalah sebuah waktu yang sangat menghantui setiap pegawai sehingga ada sebuah sebutan dalam Masa Persiapan Pensiun yaitu masa sesaat kira-kira sebelum pensiun sesenanya tiba dengan singkatan MPP-Mati Pelan-pelan, sungguh banyak cerita yang ketidak nyaman mengisi hari dengan ketiadaan tujuan.

Pensiunan Pejabat Tinggi Story

Suatu hari saya berkesempatan bertemu dengan para anggota golf senior disebuah Club House di pinggiran kota Jakarta yang sangat indah, sebuah Golf club yang memiliki lobby lounge yang sangat mewah, hadir masa itu dalam sebuah pertandingan untuk para senior (dalam Usia diatas 55 tahun) yang kebanyakan dari mereka adalah alumni ITB angkatan 60-67 lulusnya. Cukup senior mereka yang rata-rata berumur 65 tahunan.

Pada saat selesai pertandingan dan selesai ganti pakaian santai, setelah setengah harian menikmati permainan olah raga golf, mereka bercengkrama beristirahat sambil bercerita banyak hal. Hubungan pertemanan mereka sudah melalui periode lebih dari 40 tahun, sungguh senang melihat dan mendengar cerita-cerita mereka. Dalam sejarah hidup masing-masing dari yang hadir saat itu cukup beragam kebanyakan adalah pejabat tinggi Pertamina, PN Gas, Krakatau Steel, dunia perminyakan asing dan sejenisnya dengan jabatan akhir setelah sebelum memasuki masa pensiun seluruhnya cukup tinggi bahkan direktur utama pun ada. Guratan wajah tua mereka menceritakan pengalaman hidup yang cukup keras.

Beberapa diantara mereka saat itu berkisar 35 orang ada sekitar 3 orang yang merintis karir sebagai pegawai di awalnya kemudian berwirausaha membangun bisnis sendiri di luar mereka yang bekerja sebagai pegawai. Secara pribadi saya mengenali separuh dari mereka lebih dari 10 tahun, baik ketika membangun relasi bisnis selagi mereka menjabat atau hubungan pertemanan antara saya dengan anak-anak mereka, ada yang anaknya teman sekolah ada yang mitra kerja. Sangat nyaman saya berada di lingkungan tersebut.

Salah satu alasan saya bertemu mereka saat itu adalah kepentingan pribadi saya menulis pengalaman hidup mereka. Saya akan membuat buku yang memerlukan sebuah kisah nyata sebagai story telling yang bisa dipertanggung-jawabkan sebagai referensi dari terobosan pemahaman bisnis yang saya ajarkan.

Alasan lain adalah menurut saya, seorang entreprenuer biasanya punya jiwa lebih matang-mature dan memiliki kebijaksanaan lebih dari pada mantan pegawai terutama pejabat tinggi. Ini bukan mengecilkan apa yang mereka telah jalani tetapi saya berusaha melihat banyak faktor kedewasaan dan kematangan spiritul dapat lebih cepat dilalui dengan menjadi seorang entrepreneur.

Sungguh ini hanya perasaan saya yang sedang mencari pembuktian kebenaran. Saya tahu itu bukan esensial tapi hanya faktor empirik pribadi saja. Saya mempelajari banyak subyek yang menarik dari teman-teman yang membaktikan dirinya sebagai pegawai namun juga sangat matang dalam spiritualitas, mengerti dan memahami banyak hikmah seperti mereka yang berkarir dalam bidang pendidikan atau para guru, tentara militer, orang-orang lapangan dalam bidang konstruksi dan masih banyak lagi. Sedangkan yang saat ini saya bicarakan adalah pejabat tinggi sahabat-sahabat baik saya, yang saya sangat hormati dan saya kenal.

Seorang dari mereka mengawali diskusi dengan saya kemudian bertanya, “buku apa yang kamu sedang tulis dik?” Sebuah buku bisnis untuk para entreprenuer atau untuk mereka yang tertarik menjadi pewira usaha mandiri untuk membangun mimpi mereka sendiri, Buku itu bernama Diamond in You for Entrepreneur?” Jawab saya. “Apa itu lengkapnya?” Tanya sang bapak lagi. “Diamond in you adalah jiwa berlian pada setiap manusia yang telah ada dan harus ditemukan segera bagi seorang entrepreneur,” jawabku berfilosofi.” Wah kami kan bukan entrepreneur”, katanya lagi. Sepanjang hidup kami sebagai pegawai bagaimana kami bisa menjadi referensi anda mas wowiek?” Tanya seorang lain lagi yang paling senior dengan jabatan mantan direktur utama tersebut. “Betul pak, saya memerlukan bapak-bapak dalam banyak hal, salah satunya adalah opini bapak tentang sindrom pegawai di masa pensiun,” jawab saya.

Banyak dari mereka yang menghentikan kegiatan mereka ketika kalimat saya selesai seperti ada yang sedang berbicara, makan atau memperbaiki tali sepatu, mereka semua berpaling menatap saya dengan tajam. Rupanya pernyataan barusan agak mengena buat semua yang hadir dan saya sangat merasa bersalah, bahkan saya menduga mereka akan tersinggung atau marah.

“Tolong jelaskan lebih rinci lagi tentang buku yang anda akan tulis mas,” tanya seorang bapak. “Saya mempunyai pemahaman dan saya ingin pemahanan ini memiliki bukti yang kuat, pak,”saya mengawali penjelasan. “Saya merasa ada perbedaan seorang entrepreneur di mana mereka adalah orang yang tidak pernah pensiun dengan seorang mantan pegawai tinggi yang suatu saat ada waktu berhenti atau menghadapi pensiun dimana mereka pada saat seperti kira-kira berumur seperti bapak-bapak sekarang yang berada di ruang ini, kedua pihak antara mantan pegawai dan wirausahawan memiliki perbedaan penampilan atau mungkin itu yang disebut dengan aura barangkali ya pak, “aku menjelaskan sembari mencari pertolongan penjelasan yang lebih mengena. “Aura mereka yang berwirausaha lebih terang sedangkan mereka yang pensiunan tak ada aktifitas auranya agak memudar”, jelasku lagi.

Ruangan hening ketika saya bercerita hingga membuat saya merasa tidak nyaman . “Teruskan cerita anda mas”, sambut yang lain. “Saya merasa mereka yang berbisnis mempunyai keadaan mental yang lebih mantap sehingga terpancar kemantapan itu dalam sorot mata mereka sementara mereka yang mantan pegawai ada kekosongan,” saya menjelaskan dengan perasaan gundah karena saya memang tak berniat untuk menyinggung perasaan siapapun namun harus mengungkapkan sesuatu yang menurut saya benar dengan pas.

“Rodo edan iki arek (agak gila anak ini)”, kata seorang bapak asal jawa timur, dengan logat suroboyoan yang kental. “Begini dik”, katanya lagi, “saya itu pensiun 4 tahun yang lalu ketika berumur 60 tahun, sejak saat itu saya memang tidak mengerjakan banyak hal, hanya olah raga pagi, baca koran, cari-cari buku ke toko buku. Hari-hari saya lewati begitu saja, anak-anak dan cucu-cucu di kota lain yang tinggal diJakartapun sibuk hingga jarang ketemu, aku hidup dengan istri dan 4 pembantu plus sopir. Jadi jika aura saya agak memudar saya percaya itu dik, lha wong memang aku tidak punya ambisi lagi, Cuma menikmati hidup di hari tua saja”. Jelasnya kemudian. “Apa bapak sungguh-sungguh menikmatinya?” Tanya ku lagi.” Sebenarnya saya bosan dan bingung juga sih”, kata seorang bapak memotong pembicaraan kami. “Saya itu semua punya, tapi merasa kayak tidak berguna. Saya kalau menelpon itu mereka bertiga (sambil menunjuk 3 pengusaha teman seangkatan mereka) rasanya ngiri melihat kesibukan bisnis mereka. Saya merasa mereka lebih bisa memanfaatkan ilmu mereka,” katanya lagi.

Pembicaran kemudian melebar dan banyak yang mulai terbuka menyatakan kesepian mereka mengisi hari-hari, agaknya suasana sudah cair sementara banyak yang bercerita seakan hilang tujuan hidupnya dan hanya dengan ber golf mingguan seperti ini lah mereka bisa melepas penat dan bersantai namun 6 hari setelah itu kerutinan yang membosankan terjadi.

Seorang bapak yang paling senior angkat bicara, “saya mantan direktur utama yang mungkin secara materi paling berduit, tapi mungkin saya yang paling bingung mau ngapain hari-hari dilewati. Dulu saya bermimipi ingin punya uang banyak, dimana sekarang semua itu terjadi tapi saya tidak memiliki teman yang banyak untuk menikmati harta tersebut, sungguh tidak enak rasanya. Kalau aura kami tidak ajeg, saya tidak protes dan tidak keberatan. Untuk berwirausaha saya jujur saja , saya ternyata tidak berani, Kalau sebagai pegawai khan tidak ada yang namanya cari duit yang ada cuma minta anggaran, datang dari mana anggaran tersebut ya tidak tahu, pokoke tinggal minta, sebagai wirausaha semua harus dipikiri sendiri. Jadi otak dan pikiran seorang entrepreneur itu bekerja terus sehingga itu mungkin yang membuat aura mereka lebih mantap sekarang, sedangkan otak saya sudah jarang dipakai,” katanya berapi-api, sebuah kepolosan yang saya sangat hargai dari sang bapak yang memperbolehkan menulis cerita hidupnya namun meminta tidak mengizinkan menyebut namanya dan perusahaan dia bekerja dahulu. Sebutkan saja BUMN tertua dan terbesar.

“Jadi apa saran bapak-bapak untuk tulisan dalam buku saya nanti, tanya ku lagi.” Kalau bisa memang jadi wirausaha, mungkin diawali dengan menjadi pegawai dulu untuk menabung koneksi, mengumpulkan modal dan mengasah ketrampilan setelah cukup cepat-cepat buka usaha agar tidak melawati masa sindrom pegawai seperti kami”, katanya lagi.

“Saya merasa bapak-bapak ini memiliki ketrampilan, koneksi atau jaringan , kapital, dan nama yang sohor untuk bisa dimanfaatkan. Namun karena visi hidupnya sudah berbeda jika dibanding masa muda dulu maka banyak hal yang bapak kuasai tidak dijalankan, benar begitu kira-kira pak”? Kataku mencoba mencari masukan.” Yah, mungkin”, kata pak dirut, yang lain banyak menganguk kepala.” Ngomong-ngomomg apa saran anda dik buat kami?”, mereka bertanya.

“Kolonel Sanders berumur 66 tahun baru memulai berwirausaha dengan menjual resep ayam gorengnya, banyak yang menolak idenya tersebut hingga orang yang ke 1009 baru menerima konsep dan resep tersebut sehingga menjadilah Kentucky Fried Chicken seperti sekarang yang banyak menyebar di dunia ini. Bagaimana kalau bapak-bapak mencoba sesuatu seperti kolonel Sander? It’s worth trying lho pak?. Sungguh sangat berarti untuk dilakukan.” Kataku berandai saran.

Tidak ada komentar: